BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ketersediaan
pangan merupakan hal penting dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat,
khususnya kebutuhan makanan sebagai kebutuhan dasar manusia. Seiring dengan
perkembangan penduduk dan kondisi masyarakat, kebutuhan akan ketersediaan pangan yang cukup, aman dan
berkualitas semakin menjadi tuntutan. Oleh karena itu, peningkatan
ketahanan pangan harus dilakukan secara terus menerus. Secara nasional,
pembangunan ketahanan pangan merupakan prioritas Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) 2010-2014, yang difokuskan pada peningkatan ketersediaan
pangan, pemantapan distribusi serta percepatan penganekaragaman pangan sesuai
karakteristik daerah. Pembangunan ketahanan pangan ini dilakukan melalui
berbagai upaya dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pengurangan
kemiskinan.
Pangan
merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki. Menurut UU RI nomor 7
tahun 1996 tentang pangan menyebutkan bahwa pangan merupakan hak asasi bagi
setiap individu di Indonesia. Oleh karena itu terpenuhinya kebutuhan pangan di
dalam suatu negara merupakan hal yang mutlak harus dipenuhi. Selain itu pangan
juga memegang kebijakan penting dan strategis di Indonesia berdasar pada
pengaruh yang dimilikinya secara sosial, ekonomi, dan politik. Konsep ketahanan
pangan di Indonesia berdasar pada Undang-Undang RI nomor 7 tahun 1996 tentang
pangan. Ketahanan pangan adalah suatu kondisi dimana setiap individu dan
rumahtangga memiliki akses secara fisik, ekonomi, dan ketersediaan pangan yang
cukup, aman, serta bergizi untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan seleranya
bagi kehidupan yang aktif dan sehat. Selain itu aspek pemenuhan kebutuhan
pangan penduduk secara merata dengan harga yang terjangakau oleh masyarakat
juga tidak boleh dilupakan. Konsep ketahanan pangan dapat diterapkan untuk
menyatakan situasi pangan pada berbagai tingkatan yaitu tingkat global,
nasional, regional, dan tingkat rumah tangga serta individu yang merupakan
suatu rangkaian system hirarkis. Hal ini menunjukkan bahwa konsep ketahanan
pangan sangat luas dan beragam serta merupakan permasalahan yang kompleks.
Namun demikian dari luas dan beragamnya konsep ketahanan pangan tersebut
intinya bertujuan untuk mewujudkan terjaminnya ketersediaan pangan bagi umat
manusia. Bagi Indonesia, ketahanan pangan masih sebatas konsep. Pada
prakteknya, permasalahan ketahanan pangan di Indonesia masih terus
terjadi, masalah ini mencakup empat aspek aspek pertama ialah aspek produksi
dan ketersediaan pangan. Ketahanan pangan menghendaki ketersediaan pangan yang
cukup bagi seluruh penduduk dan setiap rumah tangga. Permasalahan aspek
produksi diawali dengan ketidakcukupan produksi bahan pangan untuk memenuhi
kebutuhan penduduk. Hal ini disebabkan oleh laju pertumbuhan produksi pangan
yang relatif lebih lambat dari pertumbuhan permintaannya. Permasalahan ini akan
berpengaruh pada ketersediaan bahan pangan.
Ketersediaan
bahan pangan bagi penduduk akan semakin terbatas akibat kesenjangan yang
terjadi antara produksi dan permintaan. Selama ini, permasalahan ini dapat
diatasi dengan impor bahan pangan tersebut. Namun, sampai kapan bangsa ini akan
mengimpor bahan pangan dari luar? Karena hal ini tidak akan membuat bangsa ini
berkembang. Sebaliknya akan mengancam stabilitas ketahanan pangan di Indonesia
dan juga mengancam produk dalam negeri. Aspek selanjutnya ialah aspek
distribusi. Permasalahan di dalam permbangunan ketahanan pangan adalah
distribusi pangan dari daerah sentra produksi ke konsumen di suatu wilayah.
B. TUJUAN PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN
- Meningkatnya ketersediaan pangan.
- Mengembangkan diversifikasi pangan.
- Mengembangkan kelembagaan pangan.
- Mengembangkan usaha pegelolaan pangan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI KETAHANAN PANGAN
Pembangunan
ketahanan pangan, sesuai dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang pangan,
bertujuan untuk mewujudkan ketersediaan pangan bagi seluruh rumah tangga, dalam
jumlah yang cukup,mutu dan gizi yang layak, aman dikonsumsi, merata serta terjangkau
oleh setiap individu. Untuk menjamin keberlanjutannya, GBHN 1999-2004 telah
mengatakan bahwa ketahanan pangan dikembangkan dengan bertumpu pada keragaman
sumberdaya bahan pangan, kelembagaan dan budaya lokal/domestik, distribusi
ketersediaan pangan mencapai seluruh wilayah dan peningkatan pendapatan
masyarakat agar mampu mengakses pangan secara berkelanjutan. Selain itu GBHN
juga mengarahkan bahwa arah pembangunan ekonomi nasional:
1) Mengembangkan
perekonomian yang berorientasi global sesuai dengan kemajuan teknologi dengan
membangun keunggulan kompetitif berdasarkan keunggulan komperatif sebagai
negara maritim dan agraris, sesuai kompetensi dan produk unggulan di setiap
daerah;
2) Memberdayakan
pengusaha kecil dan menengah serta koperasi agar lebih efisien, produktif dan
berdaya saing dengan menciptakan iklim berusaha yang kondusif dan peluang usaha
seluas-luasnya. Program peningkatan ketahanan pangan dimaksudkan untuk
mengoperasionalkan pembangunan dalam rangka mengembangkan sistem ketahanan pangan
baik di tingkat nasional maupun ditingkat masyarakat.
Pangan
dalam arti luas mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan
untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein lemak dan vitamin serta
mineral yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia. Ketahanan pangan
diartikan sebagai terpenuhinya pangan dengan ketersediaan yang cukup, tersedia
setiap saat di semua daerah, mudah memperoleh, aman dikonsumsi dan harga yang
terjangkau. Hal ini diwujudkan dengan bekerjanya sub sistem ketersediaan, sub
sistem distribusi dan sub sistem konsumsi.
Pembangunan
ketahanan pangan pada hakekatnya adalah pemberdayaan masyarakat, yang berarti
meningkatkan kemandirian dan kapasitas masyarakat untuk berperan aktif dalam
mewujudkan ketersediaan, distribusi dan konsumsi pangan dari waktu ke waktu.
Masyarakat yang terlibat dalam pembangunan ketahanan pangan meliputi produsen,
pengusaha, konsumen, aparatur pemerintah, perguruan tinggi, dan lembaga swadaya
masyarakat. Mengingat luasnya substansi dan banyaknya pelaku yang terlibat
dalam pengembangan sistem ketahanan pangan, maka kerja sama yang sinergis dan
terarah antar institusi dan komponen masyarakat sangat diperlukan. Pemantapan
ketahanan pangan hanya dapat diwujudkan melalui suatu kerja sama yang kolektif
dari seluruh pihak yang terkait (stakeholders), khususnya masyarakat produsen,
pengolah, pemasar dan konsumen pangan.
B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETAHANAN PANGAN
Kinerja para pihak tersebut sangat
dipengaruhi oleh :
- Kondisi ekonomi, sosial, politik dan keamanan;
- Pelayanan prasarana publik bidang transportasi, perhubungan, telekomunikasi dan permodalan;
- Pelayanan kesehatan dan pendidikan;
- Pengembangan teknologi, perlindungan;
- Kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan
Berbagai
upaya pemberdayaan untuk peningkatan kemandirian masyarakat khususnya
pemberdayaan petani dapat dilakukan melalui : Pertama, pemberdayaan dalam pengembangan untuk meningkatkan
produktivitas dan daya saing. Hal ini dapat dilaksanakan melalui kerjasama
dengan penyuluh dan peneliti. Teknologi yang dikembangkan harus berdasarkan
spesifik lokasi yang mempunyai keunggulan dalam kesesuaian dengan ekosistem
setempat dan memanfaatkan input yang tersedia di lokasi serta memperhatikan
keseimbangan lingkungan.
Pemberdayaan
masyarakat melalui pengembangan teknologi ini dapat dilakukan dengan
memanfaatkan hasil kegiatan penelitian yang telah dilakukan para peneliti.
Teknologi tersebut tentu yang benar-benar bisa dikerjakan petani di lapangan,
sedangkan penguasaan teknologinya dapat dilakukan melalui penyuluhan dan
penelitian. Dengan cara tersebut diharapkan akan berkontribusi langsung
terhadap peningkatan usahatani dan kesejahtraan petani.
Kedua,
penyediaan fasilitas kepada masyarakat hendaknya tidak terbatas pebngadaan
sarana produksi, tetapi dengan sarana pengembangan agribisnis lain yang
diperlukan seperti informasi pasar, peningkatan akses terhadap pasar,
permodalan serta pengembangan kerjasama kemitraan dengan lembaga usaha lain. Dengan
tersedianya berbagai fasilitas yang dibutuhkan petani tersebut diharapkan
selain para petani dapat berusaha tani dengan baik juga ada kepastian pemasaran
hasil dengan harga yang menguntungkan, sehingga selain ada peningkatan
kesejahteraan petani juga timbul kegairahan dalam mengembangkan usahatani.
Ketiga,
Revitalitasasi kelembagaan dan sistem ketahanan pangan masyarakat. Hal ini bisa
dilakukan melalui pengembangan lumbung pangan. Pemanfaatan potensi bahan pangan
lokal dan peningkatan spesifik berdasarkan budaya lokal sesuai dengan
perkembangan selera masyarakat yang dinamis.
Revitalisasi kelembagaan dan sistem
ketahanan pangan masyarakat yang sangat urgen dilakukan sekarang adalah
pengembnagan lumbung pangan, agar mampu memberikan kontribusi yang lebih
signifikan terhadap upaya mewujudkan ketahanan pangan. Untuk itu diperlukan
upaya pembenahan lumbung pangan yangb tidak hanya dakam arti fisik lumbung,
tetapi juga pengelolaannya agar mampu menjadi lembaga penggerak perekonomian di
pedesaan.
Pemberdayaan petani untuk mencapai
ketahanan pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani seperti diuraikan
diatas, hanya dapat dilakukan dengan mensinergikan semua unsur terkait dengan
pembangunan pertanian. Untuk koordinasi antara instansi pemerintah dan
masyarakat intensinya perlu ditingkatkan.
C. PARADIGMA BARU
PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN
Sesuai dengan amanat Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan, ketahanan pangan diwujudkan bersama oleh
masyarakat dan pemerintah dan dikembangkan mulai tingkat rumah tangga. Apabila
setiap rumah tangga Indonesia sudah mencapai tahapan ketahanan pangan, maka
secara otomatis ketahanan pangan masyarakat, daerah dan nasional akan tercapai.
Dengan demikian, arah pengembangan ketahanan pangan berawal dari rumah tangga,
masyarakat, daerah dan kemandirian nasional bukan mengikuti proses sebaliknya.
Karena fokusnya pada rumah tangga, maka
yang menjadi kegiatan prioritas dalam pembangunan ketahanan pangan adalah
pemberdayaan masyarakat agar mampu menolong dirinya sendiri dalam mewujudkan
ketahanan pangan. Pemberdayaan masyarakat tersebut diupayakan melalui
peningkatan kapasitas SDM agar dapat secara bersaing memasuki pasar tenaga
kerja dan kesempatan berusaha yang dapat menciptakan dan meningkatkan
pendapatan rumah tangga.
Proses pemberdayaan tersebut tidak lagi
menganut pola serapan, tetapi didesentralisasikan sesuai potensi dan keragaman
sumberdaya wilayah. Demikian pula kesempatan berusaha tidak harus selalu pada
usahatani padi (karena dengan luas lahan sempit tidak mungkin dapat
meningkatkan kesejahteraannya), tetapi juga pada usaha tani non padi (on farm), off-farm dan bahkan non-farm.
Dalam kaitannya dengan itu, upaya peningkatan ketahanan pangan tidak perlu
terfokus pada pengembangan pertanian (dalam arti primer), tetapi diarahkan pada
sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berkelanjutan, berkerakyatan
dan terdesentralisasi.
Dengan adanya peningkatan pendapatan,
maka daya beli rumah tangga mengakses bahan pangan akan meningkat. Kemampuan
membeli tersebut akan memberikan keleluasaan bagi mereka untuk memilih (freedom to choose) pangan yang beragam
untuk memnuhi kecukupan gizinya. Karena itu upaya pemantapan ketahanan pangan
tidak dilakukan dengan menyediakan pangan murah, tetapi dengan meningkatkan
daya beli.
Dalam konteks inilah maka membangun
kemandirian pangan pada tingkat rumah tangga ditempuh dengan membangun
kemampuan (daya beli) rumah tangga tersebut untuk memperoleh pangan (dari
produksi sendiri ataupun dari pasar) yang cukup, bergizi, amamn dan halal,
untuk menjalani kehidupan yang sehat dan produktif. Dengan demikian menghasilkan
sendiri kemampuan memperoleh peningkatan pendapatan (daya beli) secara
berkelanjutan. Dalam kaitan ini, maka kebebasan mengatur perdagangan pangan di
daerah tidak perlu ditabukan, tetapi didorong dan diarahkan agar memberi
manfaat yang optimal bagi konsumen dan produsen pangan di daerah yang
bersangkutan.
Kebijakan pada tataran mikro ini juga
menjadi acuan pada tataran makro. Perdagangan internasional pangan, sesuai
dengan era globalisasi perdagangan yang terbuka dan adil (free and fair trade) perlu didukung. Namun demikian, untuk
melindungi kepentingan masyarakat dan keselamatan negara, paling tidak ada dua
hal penting kebijakan pemerintah yang dapat lebih bersifat proteksitif, yaitu :
1. Karena beras merupakan komoditas pangan strategis,
pemenuhan kebutuhannya diusahakan untuk dicukupi oleh produksi dalam negeri.
Untuk itu kebijakan impor beras dirancang agar dapat memberikan perlindungan
kepada petani (insentif berproduksi) namun tetap memberikan jaminan kepada
konsumen mendapatkan beras dengan harga terjangkau.
2. Untuk bahan pangan lain, kebijakan impor pangan, baik
tariff maupun non-tariff, dirancang untuk melindungi masyarakat agar
mendapatkan pangan yang bermutu, aman dan halal dan melindungi negara terhadap
hama dan penyakit berbahaya.
Dengan latar belakang dan arahan seperti diuraikan di
atas, maka para digma pembangunan ketahanan pangan perlu diubah dan dikoreksi
ke arah paradigma baru sebagai berikut :
1. Pendekatan pengembangan : Dari
ketahanan pangan pada tataran makro/agregat menjadi ketahanan pangan rumah
tangga.
2. Pendekatan manajemen pembangunan : dari
pola sentralisasi menjaadi pola desentralisasi.
3. Pelaku Utama pembangunan : dari dominasi peran
pemerintah menjadi dominasi peran masyarakat.
4. Fokus
pengembangan komoditas : dari beras menjadi komoditas pangan dalam arti luas.
5. Keterjangkauan rumah tangga atas pangan : dari
penyediaan murah menjadi peningkatan daya beli.
6. Perubahan prilaku keluarga terhadap pangan : dari
sadar kecukupan pangan menjadi sadar kecukupan gizi.
E. STRATEGI DAN
UPAYA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN
Sejalan
dengan permasalahan, peluang dan paradigma baru pemantapan ketahanan pangan,
strategi yang dikembangkan dalam upaya pemantapan ketahanan pangan adalah :
1. Pengembangan kapasitas
produksi pangan nasional melalui rehabilitasi kemampuan, optimalisasi
pemantapan dabn pelestarian sumberday alam yaitu : lahan, air dan perairan.
2. Peningkatan pemberdayaan
dan partisipasi masyarakat menuju terwujudnya ketahanan pangan rumah tangga,
serta perilaku sadar gizi.
3. Pengembangan agribisnis
pangan yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan tersentralisasi
dengan pengertian sebagai berikut :
a. Berdaya saing tinggi,
yang diupayakan melalui peningkatan efisiensi dengan memanfaatkan inovasi dan
teknologi, peningkatan produktivitas dan nilai tambah, serta penajaman
orientasi pasar.
b. Berkerakyatan, yaitu
memfasilitasi peluang yang lebih besar bagi masyarakat luas untuk
berpartisipasi dalam usaha kecil dan menengah, dengan mendaya gunakan
sumberdaya yang dimilikinya.
c. Berkelanjutan,
diupayakan melalui peningkatan dan pemeliharaan kapasitas sumberdaya alam,
penerapan teknologi ramah lingkungan dan pengembangansistem
distribusikeuntungan yang adil.
d. Tersentralisasi, yang
berarti keputusan tentang hal-hal yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya
daerah untuk meningkatkan ketahanan pangan berada ditangan masyarakat bersama
Pemerintah Daerah, dalam rangka mendorong pendayagunaan keunggulan sumberdaya
daerah sesuai referensi masyarakat di daerah yang bersangkutan.
4. Pengembangan dan
peningkatan intensitas jaringan kerjasama lintas pelaku, lintas wilayah dan
lintas waktu dalam suatu sistem koordinasi guna mensinergikan kebijakan,
program dan kegiatan pemantapan ketahanan pangan.
5. Peningkatan efektifitas
dan kualitas kinerja pemerintah dalam menfasilitasi masyarakat berpartisipasi
dalam pemantapan ketahanan pangan.
Pemberdayaan
Masyarakat Dalam Mendukung Ketahanan Pangan
Pemberdayaan
Masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat khususnya mereka yang kurang
memiliki akses kepada sumberdaya pembangunan didorong untuk makin mandiri dalam
mengembangkan kehidupan mereka. Dalam proses ini, masyarakat dinatu untuk
mengkaji kebutuhan, masalah dan peluang pembangunan dan perikehidupan mereka
sendiri. Selain itu mereka juga menemukenali solusi yang tepat dan mengakses
sumberdaya yang diperlukan, baiksumberdaya eksternal maupun sumberdaya milik
masyarakat itu sendiri. Pada prinsipnya, masyarakat mengkaji tantangan utama
pembangunan mereka dan mengajukan kegiatan-kegiatan yang dirancang untuk
mengatasi masalah tersebut. Kegiatan ini kemudian menjadi basis program daerah,
regional dan bahkan program nasional. Pemaparan diatas mengimplikasikan bahwa
program Pemberdayaan Masyarakat ditentukan oleh masyarakat, dimana lembaga
pemdukung hanya memiliki peran sebagai fasilitator.
Sesuai
dengan semangat Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 mengenai Otonomi Daerah, daerah
juga diberi kebebasan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
didaerahnya sesuai dengan kemampuan wilayah, namun harus mempertimbangkan
kepentingan nasional secara keseluruhan termasuk ketahanan pangan nasional.
Keberhasilan
pembangunan pertanian tidak terlepas dari sumberdaya manusia dan
kelembagaannya, yang merupakan pelaku dan wahana dalam kegiatan pembangunan
pertaniana khususnya untuk mencapai ketahanan pangan. Kelompoktani sebagai
lembaga sosial dan lembaga pedesaan merupakan pelaku utama dalam pembangunan
pertanian.
Menghadapi
tantangan pembangunan pertanian yang semakin komplek peningkatan kemampuan
sumberdaya manusia (SDM) aparatur dan kelembagaan pedesaan merupakan salah satu
faktor yang perlu mendapat perhatian pemerintah. Dengan adanya peningkatan
kemampuan tersebut diharapkan kinerja aparatur dan kelembagaan pedesaan bisa
bekerja dan berfungsi lebih optimal seperti yang diharapkan.
Dalam
Upaya mewujudkan ketahanan pangan, peran dan partisipasi masyarakat khsususnya
kelembagaan tani, kelembagaan pedesaan lainnya, serta aparatur (Stakeholder pembangunan ketahanan
pangan) yang perlu mendapatkan perjhatian dari pemerintah. Hal ini disebabkan
karena maslaha pangan menjadi tanggungjawab unsur pemerintah, swasta maupun
masyarakat lainnya.
Untuk
lebih menumbuhkan motivasi dan mengoptimalkan partisipasi aparatur, lembaga
swasta dan masyarakat lainnya, perlu ada gerakan-gerakan yang mampu
meningkatkan kinerja lembaga-lembaga tersebut dalam upaya mewujudkan ketahanan
pangan sesuai dengan perannya masing-masing.
Salah satu
cara untuk memotivasi kelompoktani, lembaga pedesaan (Koperasi Tani, KUD, dan
sebagainnya) dan aparatur pelayanan agar lebih efektif berpartisipasi dalam
pelaksanaan program peningkatan produksi dan produktivitas usahatani dalam
mewujudkan ketahanan pangan, adalah dengan penyelenggaraan perlombaaan
ketahanan pangan. Perlombagaan ini telah diyakini sebagai salah satu sarana
untuk meningkatkan motivasi dan partisipasi petani secara aktif agar petani mau
dan mampu meningkatkan produksi dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan.
Pemberdayaan
masyarakat juga merupakan suatu proses mengajak atau membawa masyarakat agar
mampu melakukan sesuatu (enabling people
to do something). Menurut Somodiningrat (2000), paradigma pemberdayaan
dalam konteks kemasyarakatan adalah mengembangkan kapasitas masyarakat yang
dilakukan melalui keberpihakan kepada yag tertinggal.
Dari
sisi sasaran pemberdayaan masyarakat bisa mencakup para keluarga petani, buruh,
pedagang kecil lain yang selama ini dikenal sebagai kelompok tertinggal perlu
dikembangkan kapasitasnya bahkan pemerintah itu sendiri.
Sejalan
dengan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999
tentang perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka
pemberdayaan pemerintah daerah melalui Otonomi Daerah (dalam hal ini berupa Capacity Building) juga relevan disebut
sebagai pemberdayaan masyarakat. Dengan demikian, dalam konteks ketahanan
pangan, sasaran (dalam hal ini termasuk pemerintah daerah) diharapkan mampu
mewujudkan ketahanan pangan keluarga dan masyarakat secara luas.
Peningkatan
kemandirian dan pemberdayaan masyarakat diharapkan mampu mencari dan mandiri
untuk mengenali potensi dan kemampuannya, alternatif peluangnya dan mampu
mengambil keputusan yang terbaik dalam mengembangkan usahanya secara mandiri
dan berkelanjutan dalam suatu perekonomian yang mengikuti azas mekanisme pasar
yang berkeadilan. Peningkatan
kemandirian dan pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui upaya :
1. Pemberdayaan dalam
pengembangan teknologi untuk menunjang pengembangan produktivitas dan daya
saing, dapat dilaksanakan melalui kerjasama petani dengan penyuluh dan
peneliti. Teknologi yang dikembangkan berdasarkan spesifik lokasi yang
mempunyai keunggulan dalam hal kesesuaian dengan ekosistem setempat,
memanfaatkan input yang tersedia di lokasi memperhatikan keseimbangan
lingkungan.
2. Memberi fasilitasi
kepada masyarakat dengan sarana pengembangan agribisnis yang diperlukan seperti
informasi pasar, peningkatan akses terhadap pasar sarana produksi, permodalan,
serta kerja sama kemitraan dengan lembaga usaha lainnya.
3. Revitalisasi kelembagaan
dan sistem ketahanan pangan masyarakat, seperti lumbung pangan, pengembangan
pemanfaatan potensi bahan pangan lokal dan peningkatan mutu dan daya tarik
maskan spesifik lokal sesuai dengan perkembangan selera masyarakat yang
dinamis.
4. Pemberdayaan masyarakat
petani untuk peningkatan ketahanan pangan masyarakat melalui kegiatan
pelatihan.
Pemberdayaan dalam pengembangan
teknologi untuk menunjang produktivitas petani dalam pengembangan pertanian.
Kajian-kajian teknologi yang telah dihasilkan oleh peneliti diharapkan mampu
diterapkan petani di tingkat lapangan, proses alih teknologi ini dapat
dilakukan melalui pelatihan. Petani sebagai individual atau sebagai anggota
kelompok tani atau tergabung dalam kelompok usaha produktif atau koperasi dapat
dilibatkan dalam program peningkatan produksi dan produktivitas komoditas bahan
pangan pokok yaitu tanaman padi, jagung, dan kedelai. Pelibatan petni dalam
intensifikasi pertanian berbagai komoditas bahan apangan pokok diperkirakan
akan dapat mempercepat perujudan ketahanan pangan nasional.
Dalam memberikan fasilitas kepada masyarakat tani dalam
upaya pemantapan ketahanan pangan seperti informasi pasar, peningkatan akses
terhadap pasar sarana produksi, permodalan, serta kerjasama kemitraan dengan
lembaga usaha lain. Konsep kelembagaan ditrapkan dengan prioritas pada
penanganan hasil pertanian dan kelembagaan permodalan serta pemasaran hasil.
Penanganan dan pemasaran hasil
pertanian perlu adanya campur tangan pemerintah untuk menentukan kebijakan yang
tidak merugikan petani. Adanya lembaga yang bersedia memberikan modal bagi
petani akan memberi peluang untuk meningkatkan usaha tani, petani perlu
mendapat bantuan kredit tanpa bunga atau dengan tingkat bunga yang rendah.
Revitalisasi kelembagaan dan sistem
ketahanan pangan masyarakat, seperti lumbung pangan akan membantu petani dalam
menampung hasil pertanian. Hal ini dapat dilakukan apabila sistem lumbung
pangan mengembangkan manajemen jual beli, simpan pinjam yang terbuka dan dapat
dimanfaatkan oleh semua anggota kelompok tani.
Pemberdayaan petani menuju pemantapan
ketahanan pangan dicapai melalui kegiatan pelatiohan-pelatihan yang intensif
serta berkelanjutan, sehingga petani diharapkan mampu untuk mandiri dalam
mengembangkan usahataninya. Melalui tahapan ini usaha menuju ketahanan pangan
akan dapat dicapai untuk ketersediaan pangan.
BAB III
PENUTUP
Sasaran
peningkatan ketahanan pangan adalah tercapainya ketersediaan pangan di tingkat
regional dan masyarakat yang cukup. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
ketahanan pangan adalah mendorong partisipasi masyarakat dalam mewujudkan
ketahanan pangan meningkatnya keanekaragaman konsumsi pangan masyarakat dan
menurunnya ketergantungan pada pangan pokok beras melalui pengalihan konsumsi
non beras.
Teknologi
berperan penting di dalam penginovasian produk sehingga dapat memiliki nilai
tambah. Oleh karena itu perlu adanya industrialisasi pengembangan teknologi
dari skala lab ke skala industri. Penerapan teknologi ke dalam skala komersial
diperlukan adanya kerjasama dengan industri pangan. Kerjasama ini dapat
memberikan manfaat kepada pihak petani. Para petani dapat meningkatkan
pendapatan mereka melalui komoditi tertentu yang dijual kepada puhak industri.
DAFTAR PUSTAKA
Muflich, Ayip. 2000. Masalah dan Kebijakan Pemberdayaan
Masyarakat Dalam Mendukung Ketahanan Pangan. Jakarta : Depdagri
Hariyadi, P. 2010. Mewujudkan Keamanan Pangan Produk-Produk
Unggulan Daerah. Purwokerto 8-9
Oktober 2010.
Hariyadi, P. 2010. Penguatan Industri Penghasil Nilai Tambah Berbasis Potensi Lokal (Peranan Teknologi Pangan untuk Kemandirian
Pangan). Jurnal PANGAN, Vol. 19 No. 4
Desember 2010: 295-301
http://www.deptan.go.id
thanks ya infonya !!!
BalasHapuswww.bisnistiket.co.id