WELLCOME

ENJOY WITH ME

Minggu, 05 Mei 2013

PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DALAM MASYARAKAT



BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Ketersediaan pangan merupakan hal penting dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, khususnya kebutuhan makanan sebagai kebutuhan dasar manusia. Seiring dengan perkembangan penduduk dan kondisi masyarakat, kebutuhan akan ketersediaan pangan yang cukup, aman dan berkualitas semakin menjadi tuntutan. Oleh karena itu, peningkatan ketahanan pangan harus dilakukan secara terus menerus. Secara nasional, pembangunan ketahanan pangan merupakan prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010-2014, yang difokuskan pada peningkatan ketersediaan pangan, pemantapan distribusi serta percepatan penganekaragaman pangan sesuai karakteristik daerah. Pembangunan ketahanan pangan ini dilakukan melalui berbagai upaya dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan.
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki. Menurut UU RI nomor 7 tahun 1996 tentang pangan menyebutkan bahwa pangan merupakan hak asasi bagi setiap individu di Indonesia. Oleh karena itu terpenuhinya kebutuhan pangan di dalam suatu negara merupakan hal yang mutlak harus dipenuhi. Selain itu pangan juga memegang kebijakan penting dan strategis di Indonesia berdasar pada pengaruh yang dimilikinya secara sosial, ekonomi, dan politik. Konsep ketahanan pangan di Indonesia berdasar pada Undang-Undang RI nomor 7 tahun 1996 tentang pangan. Ketahanan pangan adalah suatu kondisi dimana setiap individu dan rumahtangga memiliki akses secara fisik, ekonomi, dan ketersediaan pangan yang cukup, aman, serta bergizi untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan seleranya bagi kehidupan yang aktif dan sehat. Selain itu aspek pemenuhan kebutuhan pangan penduduk secara merata dengan harga yang terjangakau oleh masyarakat juga tidak boleh dilupakan. Konsep ketahanan pangan dapat diterapkan untuk menyatakan situasi pangan pada berbagai tingkatan yaitu tingkat global, nasional, regional, dan tingkat rumah tangga serta individu yang merupakan suatu rangkaian system hirarkis. Hal ini menunjukkan bahwa konsep ketahanan pangan sangat luas dan beragam serta merupakan permasalahan yang kompleks. Namun demikian dari luas dan beragamnya konsep ketahanan pangan tersebut intinya bertujuan untuk mewujudkan terjaminnya ketersediaan pangan bagi umat manusia. Bagi Indonesia, ketahanan pangan masih sebatas konsep. Pada prakteknya, permasalahan ketahanan pangan di Indonesia masih terus terjadi, masalah ini mencakup empat aspek aspek pertama ialah aspek produksi dan ketersediaan pangan. Ketahanan pangan menghendaki ketersediaan pangan yang cukup bagi seluruh penduduk dan setiap rumah tangga. Permasalahan aspek produksi diawali dengan ketidakcukupan produksi bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Hal ini disebabkan oleh laju pertumbuhan produksi pangan yang relatif lebih lambat dari pertumbuhan permintaannya. Permasalahan ini akan berpengaruh pada ketersediaan bahan pangan.
Ketersediaan bahan pangan bagi penduduk akan semakin terbatas akibat kesenjangan yang terjadi antara produksi dan permintaan. Selama ini, permasalahan ini dapat diatasi dengan impor bahan pangan tersebut. Namun, sampai kapan bangsa ini akan mengimpor bahan pangan dari luar? Karena hal ini tidak akan membuat bangsa ini berkembang. Sebaliknya akan mengancam stabilitas ketahanan pangan di Indonesia dan juga mengancam produk dalam negeri. Aspek selanjutnya ialah aspek distribusi. Permasalahan di dalam permbangunan ketahanan pangan adalah distribusi pangan dari daerah sentra produksi ke konsumen di suatu wilayah.

B. TUJUAN PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN
  •  Meningkatnya ketersediaan pangan.
  • Mengembangkan diversifikasi pangan.
  •  Mengembangkan kelembagaan pangan.
  • Mengembangkan usaha pegelolaan pangan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI KETAHANAN PANGAN
Pembangunan ketahanan pangan, sesuai dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang pangan, bertujuan untuk mewujudkan ketersediaan pangan bagi seluruh rumah tangga, dalam jumlah yang cukup,mutu dan gizi yang layak, aman dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh setiap individu. Untuk menjamin keberlanjutannya, GBHN 1999-2004 telah mengatakan bahwa ketahanan pangan dikembangkan dengan bertumpu pada keragaman sumberdaya bahan pangan, kelembagaan dan budaya lokal/domestik, distribusi ketersediaan pangan mencapai seluruh wilayah dan peningkatan pendapatan masyarakat agar mampu mengakses pangan secara berkelanjutan. Selain itu GBHN juga mengarahkan bahwa arah pembangunan ekonomi nasional:
 1) Mengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai dengan kemajuan teknologi dengan membangun keunggulan kompetitif berdasarkan keunggulan komperatif sebagai negara maritim dan agraris, sesuai kompetensi dan produk unggulan di setiap daerah;
           2) Memberdayakan pengusaha kecil dan menengah serta koperasi agar lebih efisien, produktif dan berdaya saing dengan menciptakan iklim berusaha yang kondusif dan peluang usaha seluas-luasnya. Program peningkatan ketahanan pangan dimaksudkan untuk mengoperasionalkan pembangunan dalam rangka mengembangkan sistem ketahanan pangan baik di tingkat nasional maupun ditingkat masyarakat.
Pangan dalam arti luas mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein lemak dan vitamin serta mineral yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia. Ketahanan pangan diartikan sebagai terpenuhinya pangan dengan ketersediaan yang cukup, tersedia setiap saat di semua daerah, mudah memperoleh, aman dikonsumsi dan harga yang terjangkau. Hal ini diwujudkan dengan bekerjanya sub sistem ketersediaan, sub sistem distribusi dan sub sistem konsumsi.
Pembangunan ketahanan pangan pada hakekatnya adalah pemberdayaan masyarakat, yang berarti meningkatkan kemandirian dan kapasitas masyarakat untuk berperan aktif dalam mewujudkan ketersediaan, distribusi dan konsumsi pangan dari waktu ke waktu. Masyarakat yang terlibat dalam pembangunan ketahanan pangan meliputi produsen, pengusaha, konsumen, aparatur pemerintah, perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat. Mengingat luasnya substansi dan banyaknya pelaku yang terlibat dalam pengembangan sistem ketahanan pangan, maka kerja sama yang sinergis dan terarah antar institusi dan komponen masyarakat sangat diperlukan. Pemantapan ketahanan pangan hanya dapat diwujudkan melalui suatu kerja sama yang kolektif dari seluruh pihak yang terkait (stakeholders), khususnya masyarakat produsen, pengolah, pemasar dan konsumen pangan.

B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETAHANAN PANGAN
Kinerja para pihak tersebut sangat dipengaruhi oleh :
  • Kondisi ekonomi, sosial, politik dan keamanan;
  • Pelayanan prasarana publik bidang transportasi, perhubungan, telekomunikasi dan permodalan;
  • Pelayanan kesehatan dan pendidikan;
  • Pengembangan teknologi, perlindungan;
  • Kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan
Berbagai upaya pemberdayaan untuk peningkatan kemandirian masyarakat khususnya pemberdayaan petani dapat dilakukan melalui : Pertama, pemberdayaan dalam pengembangan untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing. Hal ini dapat dilaksanakan melalui kerjasama dengan penyuluh dan peneliti. Teknologi yang dikembangkan harus berdasarkan spesifik lokasi yang mempunyai keunggulan dalam kesesuaian dengan ekosistem setempat dan memanfaatkan input yang tersedia di lokasi serta memperhatikan keseimbangan lingkungan.
            Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan teknologi ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan hasil kegiatan penelitian yang telah dilakukan para peneliti. Teknologi tersebut tentu yang benar-benar bisa dikerjakan petani di lapangan, sedangkan penguasaan teknologinya dapat dilakukan melalui penyuluhan dan penelitian. Dengan cara tersebut diharapkan akan berkontribusi langsung terhadap peningkatan usahatani dan kesejahtraan petani. Kedua, penyediaan fasilitas kepada masyarakat hendaknya tidak terbatas pebngadaan sarana produksi, tetapi dengan sarana pengembangan agribisnis lain yang diperlukan seperti informasi pasar, peningkatan akses terhadap pasar, permodalan serta pengembangan kerjasama kemitraan dengan lembaga usaha lain. Dengan tersedianya berbagai fasilitas yang dibutuhkan petani tersebut diharapkan selain para petani dapat berusaha tani dengan baik juga ada kepastian pemasaran hasil dengan harga yang menguntungkan, sehingga selain ada peningkatan kesejahteraan petani juga timbul kegairahan dalam mengembangkan usahatani.
Ketiga, Revitalitasasi kelembagaan dan sistem ketahanan pangan masyarakat. Hal ini bisa dilakukan melalui pengembangan lumbung pangan. Pemanfaatan potensi bahan pangan lokal dan peningkatan spesifik berdasarkan budaya lokal sesuai dengan perkembangan selera masyarakat yang dinamis.
Revitalisasi kelembagaan dan sistem ketahanan pangan masyarakat yang sangat urgen dilakukan sekarang adalah pengembnagan lumbung pangan, agar mampu memberikan kontribusi yang lebih signifikan terhadap upaya mewujudkan ketahanan pangan. Untuk itu diperlukan upaya pembenahan lumbung pangan yangb tidak hanya dakam arti fisik lumbung, tetapi juga pengelolaannya agar mampu menjadi lembaga penggerak perekonomian di pedesaan.
Pemberdayaan petani untuk mencapai ketahanan pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani seperti diuraikan diatas, hanya dapat dilakukan dengan mensinergikan semua unsur terkait dengan pembangunan pertanian. Untuk koordinasi antara instansi pemerintah dan masyarakat intensinya perlu ditingkatkan.

C. PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan, ketahanan pangan diwujudkan bersama oleh masyarakat dan pemerintah dan dikembangkan mulai tingkat rumah tangga. Apabila setiap rumah tangga Indonesia sudah mencapai tahapan ketahanan pangan, maka secara otomatis ketahanan pangan masyarakat, daerah dan nasional akan tercapai. Dengan demikian, arah pengembangan ketahanan pangan berawal dari rumah tangga, masyarakat, daerah dan kemandirian nasional bukan mengikuti proses sebaliknya.
Karena fokusnya pada rumah tangga, maka yang menjadi kegiatan prioritas dalam pembangunan ketahanan pangan adalah pemberdayaan masyarakat agar mampu menolong dirinya sendiri dalam mewujudkan ketahanan pangan. Pemberdayaan masyarakat tersebut diupayakan melalui peningkatan kapasitas SDM agar dapat secara bersaing memasuki pasar tenaga kerja dan kesempatan berusaha yang dapat menciptakan dan meningkatkan pendapatan rumah tangga.
Proses pemberdayaan tersebut tidak lagi menganut pola serapan, tetapi didesentralisasikan sesuai potensi dan keragaman sumberdaya wilayah. Demikian pula kesempatan berusaha tidak harus selalu pada usahatani padi (karena dengan luas lahan sempit tidak mungkin dapat meningkatkan kesejahteraannya), tetapi juga pada usaha tani non padi (on farm), off-farm dan bahkan non-farm. Dalam kaitannya dengan itu, upaya peningkatan ketahanan pangan tidak perlu terfokus pada pengembangan pertanian (dalam arti primer), tetapi diarahkan pada sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berkelanjutan, berkerakyatan dan terdesentralisasi.
Dengan adanya peningkatan pendapatan, maka daya beli rumah tangga mengakses bahan pangan akan meningkat. Kemampuan membeli tersebut akan memberikan keleluasaan bagi mereka untuk memilih (freedom to choose) pangan yang beragam untuk memnuhi kecukupan gizinya. Karena itu upaya pemantapan ketahanan pangan tidak dilakukan dengan menyediakan pangan murah, tetapi dengan meningkatkan daya beli.
Dalam konteks inilah maka membangun kemandirian pangan pada tingkat rumah tangga ditempuh dengan membangun kemampuan (daya beli) rumah tangga tersebut untuk memperoleh pangan (dari produksi sendiri ataupun dari pasar) yang cukup, bergizi, amamn dan halal, untuk menjalani kehidupan yang sehat dan produktif. Dengan demikian menghasilkan sendiri kemampuan memperoleh peningkatan pendapatan (daya beli) secara berkelanjutan. Dalam kaitan ini, maka kebebasan mengatur perdagangan pangan di daerah tidak perlu ditabukan, tetapi didorong dan diarahkan agar memberi manfaat yang optimal bagi konsumen dan produsen pangan di daerah yang bersangkutan.
Kebijakan pada tataran mikro ini juga menjadi acuan pada tataran makro. Perdagangan internasional pangan, sesuai dengan era globalisasi perdagangan yang terbuka dan adil (free and fair trade) perlu didukung. Namun demikian, untuk melindungi kepentingan masyarakat dan keselamatan negara, paling tidak ada dua hal penting kebijakan pemerintah yang dapat lebih bersifat proteksitif, yaitu :
1. Karena beras merupakan komoditas pangan strategis, pemenuhan kebutuhannya diusahakan untuk dicukupi oleh produksi dalam negeri. Untuk itu kebijakan impor beras dirancang agar dapat memberikan perlindungan kepada petani (insentif berproduksi) namun tetap memberikan jaminan kepada konsumen mendapatkan beras dengan harga terjangkau.
2. Untuk bahan pangan lain, kebijakan impor pangan, baik tariff maupun non-tariff, dirancang untuk melindungi masyarakat agar mendapatkan pangan yang bermutu, aman dan halal dan melindungi negara terhadap hama dan penyakit berbahaya.
Dengan latar belakang dan arahan seperti diuraikan di atas, maka para digma pembangunan ketahanan pangan perlu diubah dan dikoreksi ke arah paradigma baru sebagai berikut :
1. Pendekatan pengembangan : Dari ketahanan pangan pada tataran makro/agregat menjadi ketahanan pangan rumah tangga.
2. Pendekatan manajemen pembangunan : dari pola sentralisasi menjaadi pola desentralisasi.
3. Pelaku Utama pembangunan : dari dominasi peran pemerintah menjadi dominasi peran masyarakat.
4. Fokus pengembangan komoditas : dari beras menjadi komoditas pangan dalam arti luas.
5. Keterjangkauan rumah tangga atas pangan : dari penyediaan murah menjadi peningkatan daya beli.
6. Perubahan prilaku keluarga terhadap pangan : dari sadar kecukupan pangan menjadi sadar kecukupan gizi.

E. STRATEGI DAN UPAYA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN
            Sejalan dengan permasalahan, peluang dan paradigma baru pemantapan ketahanan pangan, strategi yang dikembangkan dalam upaya pemantapan ketahanan pangan adalah :
1. Pengembangan kapasitas produksi pangan nasional melalui rehabilitasi kemampuan, optimalisasi pemantapan dabn pelestarian sumberday alam yaitu : lahan, air dan perairan.
2. Peningkatan pemberdayaan dan partisipasi masyarakat menuju terwujudnya ketahanan pangan rumah tangga, serta perilaku sadar gizi.
3. Pengembangan agribisnis pangan yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan tersentralisasi dengan pengertian sebagai berikut :
a. Berdaya saing tinggi, yang diupayakan melalui peningkatan efisiensi dengan memanfaatkan inovasi dan teknologi, peningkatan produktivitas dan nilai tambah, serta penajaman orientasi pasar.
b. Berkerakyatan, yaitu memfasilitasi peluang yang lebih besar bagi masyarakat luas untuk berpartisipasi dalam usaha kecil dan menengah, dengan mendaya gunakan sumberdaya yang dimilikinya.
c. Berkelanjutan, diupayakan melalui peningkatan dan pemeliharaan kapasitas sumberdaya alam, penerapan teknologi ramah lingkungan dan pengembangansistem distribusikeuntungan yang adil.
d. Tersentralisasi, yang berarti keputusan tentang hal-hal yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya daerah untuk meningkatkan ketahanan pangan berada ditangan masyarakat bersama Pemerintah Daerah, dalam rangka mendorong pendayagunaan keunggulan sumberdaya daerah sesuai referensi masyarakat di daerah yang bersangkutan.
4. Pengembangan dan peningkatan intensitas jaringan kerjasama lintas pelaku, lintas wilayah dan lintas waktu dalam suatu sistem koordinasi guna mensinergikan kebijakan, program dan kegiatan pemantapan ketahanan pangan.
5. Peningkatan efektifitas dan kualitas kinerja pemerintah dalam menfasilitasi masyarakat berpartisipasi dalam pemantapan ketahanan pangan.

Pemberdayaan Masyarakat Dalam Mendukung Ketahanan Pangan
            Pemberdayaan Masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat khususnya mereka yang kurang memiliki akses kepada sumberdaya pembangunan didorong untuk makin mandiri dalam mengembangkan kehidupan mereka. Dalam proses ini, masyarakat dinatu untuk mengkaji kebutuhan, masalah dan peluang pembangunan dan perikehidupan mereka sendiri. Selain itu mereka juga menemukenali solusi yang tepat dan mengakses sumberdaya yang diperlukan, baiksumberdaya eksternal maupun sumberdaya milik masyarakat itu sendiri. Pada prinsipnya, masyarakat mengkaji tantangan utama pembangunan mereka dan mengajukan kegiatan-kegiatan yang dirancang untuk mengatasi masalah tersebut. Kegiatan ini kemudian menjadi basis program daerah, regional dan bahkan program nasional. Pemaparan diatas mengimplikasikan bahwa program Pemberdayaan Masyarakat ditentukan oleh masyarakat, dimana lembaga pemdukung hanya memiliki peran sebagai fasilitator.
            Sesuai dengan semangat Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 mengenai Otonomi Daerah, daerah juga diberi kebebasan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat didaerahnya sesuai dengan kemampuan wilayah, namun harus mempertimbangkan kepentingan nasional secara keseluruhan termasuk ketahanan pangan nasional.
             Keberhasilan pembangunan pertanian tidak terlepas dari sumberdaya manusia dan kelembagaannya, yang merupakan pelaku dan wahana dalam kegiatan pembangunan pertaniana khususnya untuk mencapai ketahanan pangan. Kelompoktani sebagai lembaga sosial dan lembaga pedesaan merupakan pelaku utama dalam pembangunan pertanian.
            Menghadapi tantangan pembangunan pertanian yang semakin komplek peningkatan kemampuan sumberdaya manusia (SDM) aparatur dan kelembagaan pedesaan merupakan salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian pemerintah. Dengan adanya peningkatan kemampuan tersebut diharapkan kinerja aparatur dan kelembagaan pedesaan bisa bekerja dan berfungsi lebih optimal seperti yang diharapkan.
        Dalam Upaya mewujudkan ketahanan pangan, peran dan partisipasi masyarakat khsususnya kelembagaan tani, kelembagaan pedesaan lainnya, serta aparatur (Stakeholder pembangunan ketahanan pangan) yang perlu mendapatkan perjhatian dari pemerintah. Hal ini disebabkan karena maslaha pangan menjadi tanggungjawab unsur pemerintah, swasta maupun masyarakat lainnya.
                Untuk lebih menumbuhkan motivasi dan mengoptimalkan partisipasi aparatur, lembaga swasta dan masyarakat lainnya, perlu ada gerakan-gerakan yang mampu meningkatkan kinerja lembaga-lembaga tersebut dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan sesuai dengan perannya masing-masing.
            Salah satu cara untuk memotivasi kelompoktani, lembaga pedesaan (Koperasi Tani, KUD, dan sebagainnya) dan aparatur pelayanan agar lebih efektif berpartisipasi dalam pelaksanaan program peningkatan produksi dan produktivitas usahatani dalam mewujudkan ketahanan pangan, adalah dengan penyelenggaraan perlombaaan ketahanan pangan. Perlombagaan ini telah diyakini sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan motivasi dan partisipasi petani secara aktif agar petani mau dan mampu meningkatkan produksi dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan.
            Pemberdayaan masyarakat juga merupakan suatu proses mengajak atau membawa masyarakat agar mampu melakukan sesuatu (enabling people to do something). Menurut Somodiningrat (2000), paradigma pemberdayaan dalam konteks kemasyarakatan adalah mengembangkan kapasitas masyarakat yang dilakukan melalui keberpihakan kepada yag tertinggal.
            Dari sisi sasaran pemberdayaan masyarakat bisa mencakup para keluarga petani, buruh, pedagang kecil lain yang selama ini dikenal sebagai kelompok tertinggal perlu dikembangkan kapasitasnya bahkan pemerintah itu sendiri.
            Sejalan dengan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka pemberdayaan pemerintah daerah melalui Otonomi Daerah (dalam hal ini berupa Capacity Building) juga relevan disebut sebagai pemberdayaan masyarakat. Dengan demikian, dalam konteks ketahanan pangan, sasaran (dalam hal ini termasuk pemerintah daerah) diharapkan mampu mewujudkan ketahanan pangan keluarga dan masyarakat secara luas.
            Peningkatan kemandirian dan pemberdayaan masyarakat diharapkan mampu mencari dan mandiri untuk mengenali potensi dan kemampuannya, alternatif peluangnya dan mampu mengambil keputusan yang terbaik dalam mengembangkan usahanya secara mandiri dan berkelanjutan dalam suatu perekonomian yang mengikuti azas mekanisme pasar yang berkeadilan. Peningkatan kemandirian dan pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui upaya :
1Pemberdayaan dalam pengembangan teknologi untuk menunjang pengembangan produktivitas dan daya saing, dapat dilaksanakan melalui kerjasama petani dengan penyuluh dan peneliti. Teknologi yang dikembangkan berdasarkan spesifik lokasi yang mempunyai keunggulan dalam hal kesesuaian dengan ekosistem setempat, memanfaatkan input yang tersedia di lokasi memperhatikan keseimbangan lingkungan.
2Memberi fasilitasi kepada masyarakat dengan sarana pengembangan agribisnis yang diperlukan seperti informasi pasar, peningkatan akses terhadap pasar sarana produksi, permodalan, serta kerja sama kemitraan dengan lembaga usaha lainnya.
3. Revitalisasi kelembagaan dan sistem ketahanan pangan masyarakat, seperti lumbung pangan, pengembangan pemanfaatan potensi bahan pangan lokal dan peningkatan mutu dan daya tarik maskan spesifik lokal sesuai dengan perkembangan selera masyarakat yang dinamis.
4. Pemberdayaan masyarakat petani untuk peningkatan ketahanan pangan masyarakat melalui kegiatan pelatihan.
Pemberdayaan dalam pengembangan teknologi untuk menunjang produktivitas petani dalam pengembangan pertanian. Kajian-kajian teknologi yang telah dihasilkan oleh peneliti diharapkan mampu diterapkan petani di tingkat lapangan, proses alih teknologi ini dapat dilakukan melalui pelatihan. Petani sebagai individual atau sebagai anggota kelompok tani atau tergabung dalam kelompok usaha produktif atau koperasi dapat dilibatkan dalam program peningkatan produksi dan produktivitas komoditas bahan pangan pokok yaitu tanaman padi, jagung, dan kedelai. Pelibatan petni dalam intensifikasi pertanian berbagai komoditas bahan apangan pokok diperkirakan akan dapat mempercepat perujudan ketahanan pangan nasional.
Dalam memberikan fasilitas kepada masyarakat tani dalam upaya pemantapan ketahanan pangan seperti informasi pasar, peningkatan akses terhadap pasar sarana produksi, permodalan, serta kerjasama kemitraan dengan lembaga usaha lain. Konsep kelembagaan ditrapkan dengan prioritas pada penanganan hasil pertanian dan kelembagaan permodalan serta pemasaran hasil.
Penanganan dan pemasaran hasil pertanian perlu adanya campur tangan pemerintah untuk menentukan kebijakan yang tidak merugikan petani. Adanya lembaga yang bersedia memberikan modal bagi petani akan memberi peluang untuk meningkatkan usaha tani, petani perlu mendapat bantuan kredit tanpa bunga atau dengan tingkat bunga yang rendah.
Revitalisasi kelembagaan dan sistem ketahanan pangan masyarakat, seperti lumbung pangan akan membantu petani dalam menampung hasil pertanian. Hal ini dapat dilakukan apabila sistem lumbung pangan mengembangkan manajemen jual beli, simpan pinjam yang terbuka dan dapat dimanfaatkan oleh semua anggota kelompok tani.
Pemberdayaan petani menuju pemantapan ketahanan pangan dicapai melalui kegiatan pelatiohan-pelatihan yang intensif serta berkelanjutan, sehingga petani diharapkan mampu untuk mandiri dalam mengembangkan usahataninya. Melalui tahapan ini usaha menuju ketahanan pangan akan dapat dicapai untuk ketersediaan pangan.

BAB III
PENUTUP

Sasaran peningkatan ketahanan pangan adalah tercapainya ketersediaan pangan di tingkat regional dan masyarakat yang cukup. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan ketahanan pangan adalah mendorong partisipasi masyarakat dalam mewujudkan ketahanan pangan meningkatnya keanekaragaman konsumsi pangan masyarakat dan menurunnya ketergantungan pada pangan pokok beras melalui pengalihan konsumsi non beras.
Teknologi berperan penting di dalam penginovasian produk sehingga dapat memiliki nilai tambah. Oleh karena itu perlu adanya industrialisasi pengembangan teknologi dari skala lab ke skala industri. Penerapan teknologi ke dalam skala komersial diperlukan adanya kerjasama dengan industri pangan. Kerjasama ini dapat memberikan manfaat kepada pihak petani. Para petani dapat meningkatkan pendapatan mereka melalui komoditi tertentu yang dijual kepada puhak industri.

DAFTAR PUSTAKA
Muflich, Ayip. 2000. Masalah dan Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Mendukung Ketahanan Pangan. Jakarta : Depdagri
Hariyadi, P. 2010. Mewujudkan Keamanan Pangan Produk-Produk Unggulan Daerah. Purwokerto 8-9 Oktober 2010.
 Hariyadi, P. 2010. Penguatan Industri Penghasil Nilai Tambah Berbasis Potensi Lokal  (Peranan Teknologi Pangan untuk Kemandirian Pangan). Jurnal PANGAN, Vol. 19 No. 4 Desember 2010: 295-301
http://www.deptan.go.id

1 komentar: